Sedih rasanya bila teringat masa laluku yang kelam. Tidak satupun orang yang menghormati aku, bahkan mereka tak segan untuk memakiku ketika aku melewati mereka. Karena itu, aku lebih memilih untuk mengubur semua kenangan buruk masa laluku. Tapi, entah kenapa, setiap malam aku selalu teringat. Kalau aku mengingatnya kembali, itu cuma akan membuat panas hatiku, membuat perih nuraniku. Aku bersumpah dalam hati, kalau aku tidak akan memaafkan orang yang sudah membuat hidupku menderita. Sangat menjijikkan, sangat kotor, bahkan lebih hina dari pada binatang hina manapun!
Walaupun orang itu yang telah melahirkan aku kedunia ini, aku tidak akan pernah mau menerimanya kembali dalam kehidupanku! Aku tidak peduli kalau aku dibilang anak durhaka, atau persetan dengan semua itu. Cukup sudah semua derita yang dulu kujalani. Walaupun seribu maaf terucap dari bibirnya, itu tidak akan membuat hatiku gentar untuk mau memaafkannya. Bahkan bila dia menangis darah dihadapanku, itu tidak akan membuat aku mau memaafkannya.
“
Dua tetes air mataku berguliran di pipiku. Kenapa sampai sekarang aku tidak bisa lepas dari bayang-bayang masa laluku yang kelam? Kenapa aku dulu harus ditakdirkan terlahir dari rahim seorang pekcum? Sekalipun, aku belum pernah melihat ayahku yang sebenarnya.
Entahlah, yang mana. Terlalu banyak lelaki yang pernah tidur dengannya. Bingung siapa sebenarnya aku ini? Sudahlah, toh sekarang adalah sekarang, dulu adalah masa lalu yang kelam.
“
Aku segera menghapus butiran air mataku dengan punggung tanganku,”Eh, kamu
Satu-satunya teman yang bisa aku percaya sekarang adalah
“Kamu nggak apa-apa
“Aku nggak apa-apa kok. Nggak tahu kenapa, tapi belakangan ini aku jadi keinget terus ya
“Mungkin, Tuhan menginginkan kamu mengingat seseorang, bukan kejadiannya,” jawab
Mungkin yang dimaksudkan
Keadaannya begitu lusuh, begitu kumal, dan begitu kotor, mungkin itu yang seharusnya diterimanya sejak dulu.
“
“Hah? Kasihan kamu bilang?!” pekikku heran.
“Apa perlu seorang wanita jalang macam dia kita kasihani? Memang sudah seharusnya dia ada dijalan, seperti seonggok sampah yang tidak ada artinya!” kataku mulai marah.
“
“Seharusnya kamu ngerti gimana dulu aku diperlakukan oleh dia. Bagaimana sakitnya hatiku saat orang-orang mengolokku, saat aku ditendang kesana-kesini, saat aku diludahi, saat aku dicaci-maki, sedangkan dia.....” kataku sambil menunjuk entah kearah mana ibuku berada.
“Sedangkan dia, enak-enakan dengan tamu-tamu hidung belangnya, bergumun di ranjang kemaksiatan, menarikan tarian-tarian setan, sedangkan aku kesepian dirumah,” tambahku.
“Nggak! Aku nggak terima! Aku benar-benar nggak terima ini semua terjadi padaku! Kenapa dulu waktu aku bilang berhenti, dia tidak menanggapinya dan malah menamparku, dan bilang kalau aku ini masih bau kencur? Kenapa dulu dia nggak pernah sadar akan apa yang selama ini dia perbuat?! Kenapa?!!” raungku sambil melempar apa saja yang ada didepanku.
“
Aku terduduk lemas disofa.”Huh, apa dan siapa yang seharusnya dikasihani?” dengusku.
“Memang dia tidak merasa apa-apa. Tapi semua olokan, caci-maki, dan hinaan itu dilancarkan oleh semua orang padaku, hanya padaku!!” kataku keras.
“
“
“Dulu, dia tidak mau tahu bagaimana keadaanku, saat aku membutuhkannya malam hari, dia asyik dengan tamu-tamu biadab itu, saat aku kesusahan mengerjakan semua PRku, dia asyik menari dan menghibur binatang-binatang buas itu!”
“
“Aku ingin seperti anak-anak lain, membawa piagam keberhasilanku, menciumku ketika aku mendapatkan penghargaan atau juara, dan menangis bahagia tatkala aku mendapat gaji pertamaku. Aku ingin semua itu
“Aku ngerti kok
“Mungkin sangat menyenangkan bisa memanggil ibu kita dengan kata mama dan memeluknya dengan manja, menyentuh wajahnya dengan jemari mungil kita, dan mendapat belaian kasih darinya. Seandainya aku bisa, iya seandainya aku bisa
Kami berdua diam sejenak, seolah memikirkan satu sama lain nasib kami. Lalu aku menghampiri
“Mm....kayaknya udah sore banget nih, aku pulang dulu ya.
“Nggak enak kalau kita hidup tanpa didampingi seorang ibu. Karena sampai kapanpun juga, kasih ibu tidak akan pernah pudar walaupun matahari berhenti bersinar. Mother never stop loving her child forever. Aku pulang dulu ya,” tambahnya sambil menutup pelan pintu dibelakangku.
Memang benar apa yang dikatakan
Aku memejamkan mata dan berharap hari esok akan lebih baik lagi, ya semoga saja. Hari itu mungkin menjadi hari terburuk sepanjang hidupku, karena aku bertemu lagi dengan dia. Dialah orang yang tidak mau aku jumpai sampai saat ini, ya dialah ibuku. Dia datang ke rumahku seperti pengemis lain yang sering datang dengan tampang lusuh dan baju compang-camping. Mukanya kusam dan kelihatan sekali keriput didahinya. Terlihat begitu jorok, kotor, dekil, dan menjijikkan.
“Haninta?
Apa setelah aku menjadi seperti sekarang ini, kamu datang memperlihatkan muka memelas sambil berkata,”Haninta anakku,”? Huh, enak saja! Dulu, kamu nggak pernah punya perhatian untukku, kamu nggak pernah punya waktu barang semenit saja untuk menemaniku atau menghiburku dikala orang-orang menertawakanku bahkan memakiku?
“Maafkan ibu, Nak. Ibu mengaku bersalah, ibu khilaf waktu itu, Nak. Maafkan ibu, Ninta,” kata beliau memelas.
“Huh, sekarang nggak ada kata maaf untuk ibu. Apa ibu pikir dengan cuma minta maaf semuanya bisa selesai, Bu? Nggak!” kataku keras.
“Ibu tahu kesalahan ibu sulit untuk kamu maafkan. Tapi sekarang ibu sudah tidak bekerja seperti dulu. Ibu sudah insyaf, percayalah Ninta,” kata ibu lagi.
“Iya, sekarang ibu memang sudah insyaf karena ibu sudah tua
“Bukan, nak. Bukan itu yang ibu harapkan. Ibu cuma mau minta maaf, karena telah menelantarkan kamu dulu. Ibu melakukan semua itu hanya untuk kamu,” jawab ibuku.
“Alah, persetan dengan omongan itu. Aku nggak percaya sama ibu! Ibu nggak tahu gimana perasaan Ninta waktu itu. Semua orang, iya semua orang kampung menertawakan Ninta, semua orang kampung mencemooh Ninta, semua orang kampung mengatai Ninta, iya semua orang kampung menghina Ninta!! Semuanya, Bu! Bagaimana bisa mereka memperlakukan Ninta seperti layaknya binatang hina yang tak bermoral, menganggap Ninta ini sesuatu yang menjijikkan sehingga perlu dijauhi, dan mereka semua menganggap Ninta seperti sampah busuk yang harus segera disingkirkan dari muka bumi ini!! Sakit bu hati Ninta!”.
Ibu hanya terdiam sambil menundukkan wajahnya. Air mata yang dari tadi aku coba untuk menahan, tapi tak terbendungkan lagi.
“Ibu nggak pernah merasakannya
Ibuku terdiam, hanya cucuran air mata bening menetes dari matanya yang mulai kabur. Andaikan saja, dulu ibu mau mendengar semua kata-kataku, pasti ini tak
“Ibu tahu Ninta, ibu memang pantas hidup dijalanan, dan ibu tahu kalau ibu tidak pantas untuk menerima maaf dari kamu,” kata ibuku.
“Alah, cukup! Cukup!! Lebih baik kamu pergi dari sini!!” kataku sambil mendorong tubuh lemah ibuku keluar dari rumahku.
Aku segera masuk kedalam rumah setelah memastikan orang tua itu benar-benar sudah pergi dari rumahku. Saat aku mau masuk kepintu,
PLAKK!!! Tamparannya begitu keras sampai terasa membakar wajahku.
“Aku nggak nyangka, ternyata kamu lebih nggak bermoral dari ibu kamu!!” katanya marah.
“
“Kenapa kamu bilang?! Kamu masih bisa
Oh, ternyata
“Perlu kamu tahu aja, ibu kamu datang kesini atas permintaanku. Aku mau kamu dan ibu kamu baikan. Tapi, apa yang sudah kamu lakukan?” katanya.
“Jadi kamu yang nyuruh ibu untuk datang kesini? Aku bener-bener nggak nyangka. Buat apa kamu lakukan hal konyol itu?” tanyaku nggak percaya.
“Aku udah nggak tahu harus nasehatin kamu apa lagi.
“Satu hal lagi, kalau sampe ada apa-apa sama ibu kamu dan kamu belum sempet minta maaf sama beliau, kamu bakalan nyesel!!” kata
Kuambil kertas kecil itu dan ternyata isinya adalah alamat dimana ibuku tinggal. Aku sedih sekali mendengar ucapan
Mungkin benar, aku harus mengakhiri ini semua. Mungkin aku sudah keterlaluan membenci ibuku. Memang seharusnya aku mengingat seseorang dan bukan masa lalunya. Memang benar, kalau memang ibu mau, dia bisa saja menggugurkan kandungannya. Tapi nyatanya dia tidak melakukannya. Aku memutuskan, kalau besok aku akan datang kerumah ibu dan minta maaf kepadanya.
Apa ini yang disebut dengan rumah? tanyaku dalam hati setelah aku sampai diperkampungan kumuh. Sebagian besar rumah hanya terbuat dari kayu seadanya dan gentengnya juga hanya terbuat dari seng-seng. Malahan ada yang membuat rumah dari kardus bekas. Aku berjalan diantara jalanan becek dan bau itu.
Aku berhenti di sebuah rumah amat kecil yang sudah ramai dipadati orang.
“
“Kasihan ibu Retno, dia sudah beberapa hari ini sakit. Sampai-sampai ngigau nyebut-nyebut nama Ninta kalo nggak salah. Mungkin nama anaknya barangkali,” jawab ibu itu.
Kalau sampai terjadi apa-apa sama ibu kamu dan kamu belum sempat minta maaf, maka kamu akan menyesal!! kata-kata itu yang terngiang dikepalaku. Aku langsung masuk kedalam dan mendapati ibuku sudah berbaring lemah diranjang. Aku duduk disisi ranjang, dan menggenggam tangannya yang keriput. Air mataku menetes dipipinya yang keriput. Dia membuka matanya walaupun terasa sangat berat untuknya.
“Ninta....kamu datang Nak? Ibu senang sekali,” katanya.
“Iya, ini Ninta
“Kamu anak baik Nak, ibu bangga bisa melahirkan kamu saat itu dan ibu memohon supaya Tuhan akan selalu melindungi kamu, dan ibu juga mohon agar Tuhan selalu menjaga kesucian hatimu agar tidak menjadi seperti ibu...” katanya parau.
“Karena, kamu adalah satu-satunya yang ibu punya didunia ini. Apapun akan ibu lakukan asal kamu tidak terjerumus kedunia yang dulu ibu geluti.”
“Ibu, Ninta minta maaf
Air mata ibu bergulir dari matanya yang kabur.
“Ibu sangat senang, itu kata-kata yang paling indah yang pernah ibu dengar. Ninta, ibu cuma mau bilang, kalau kamu bukan anak haram yang lahir karena hubungan gelap ibu, tapi kamu lahir dan kamu punya ayah, Nak. Sayang, ayah kamu pergi meninggalkan kamu saat kamu ibu kandung,” kata ibu sambil mengelus mukaku.
“Jadi, Ninta bukan an.....”
“Bukan. Ibu ingin kamu menyimpan ini untuk ibu. Ini kalung yang pernah ayah kamu kasih untuk ibu. Ibu senang.....sangat senang.....ibu janji akan menjaga kamu.....bersama ayahmu.....dari atas
“Ibu...!!!!!” pekikku tak percaya.
Ibu sekarang sudah pergi untuk selamanya. Dipemakaman itu, perasaanku begitu perih. Ternyata semua yang
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar