Health || Reviewers || Food Addict || Doctor on Duty || Wife || Traveller || Medical Issue
Selasa, 08 Februari 2011
NYERI DADA
Pemeriksaan Penunjang
Maaf Ibundaku Sayang......
Sedih rasanya bila teringat masa laluku yang kelam. Tidak satupun orang yang menghormati aku, bahkan mereka tak segan untuk memakiku ketika aku melewati mereka. Karena itu, aku lebih memilih untuk mengubur semua kenangan buruk masa laluku. Tapi, entah kenapa, setiap malam aku selalu teringat. Kalau aku mengingatnya kembali, itu cuma akan membuat panas hatiku, membuat perih nuraniku. Aku bersumpah dalam hati, kalau aku tidak akan memaafkan orang yang sudah membuat hidupku menderita. Sangat menjijikkan, sangat kotor, bahkan lebih hina dari pada binatang hina manapun!
Walaupun orang itu yang telah melahirkan aku kedunia ini, aku tidak akan pernah mau menerimanya kembali dalam kehidupanku! Aku tidak peduli kalau aku dibilang anak durhaka, atau persetan dengan semua itu. Cukup sudah semua derita yang dulu kujalani. Walaupun seribu maaf terucap dari bibirnya, itu tidak akan membuat hatiku gentar untuk mau memaafkannya. Bahkan bila dia menangis darah dihadapanku, itu tidak akan membuat aku mau memaafkannya.
“
Dua tetes air mataku berguliran di pipiku. Kenapa sampai sekarang aku tidak bisa lepas dari bayang-bayang masa laluku yang kelam? Kenapa aku dulu harus ditakdirkan terlahir dari rahim seorang pekcum? Sekalipun, aku belum pernah melihat ayahku yang sebenarnya.
Entahlah, yang mana. Terlalu banyak lelaki yang pernah tidur dengannya. Bingung siapa sebenarnya aku ini? Sudahlah, toh sekarang adalah sekarang, dulu adalah masa lalu yang kelam.
“
Aku segera menghapus butiran air mataku dengan punggung tanganku,”Eh, kamu
Satu-satunya teman yang bisa aku percaya sekarang adalah
“Kamu nggak apa-apa
“Aku nggak apa-apa kok. Nggak tahu kenapa, tapi belakangan ini aku jadi keinget terus ya
“Mungkin, Tuhan menginginkan kamu mengingat seseorang, bukan kejadiannya,” jawab
Mungkin yang dimaksudkan
Keadaannya begitu lusuh, begitu kumal, dan begitu kotor, mungkin itu yang seharusnya diterimanya sejak dulu.
“
“Hah? Kasihan kamu bilang?!” pekikku heran.
“Apa perlu seorang wanita jalang macam dia kita kasihani? Memang sudah seharusnya dia ada dijalan, seperti seonggok sampah yang tidak ada artinya!” kataku mulai marah.
“
“Seharusnya kamu ngerti gimana dulu aku diperlakukan oleh dia. Bagaimana sakitnya hatiku saat orang-orang mengolokku, saat aku ditendang kesana-kesini, saat aku diludahi, saat aku dicaci-maki, sedangkan dia.....” kataku sambil menunjuk entah kearah mana ibuku berada.
“Sedangkan dia, enak-enakan dengan tamu-tamu hidung belangnya, bergumun di ranjang kemaksiatan, menarikan tarian-tarian setan, sedangkan aku kesepian dirumah,” tambahku.
“Nggak! Aku nggak terima! Aku benar-benar nggak terima ini semua terjadi padaku! Kenapa dulu waktu aku bilang berhenti, dia tidak menanggapinya dan malah menamparku, dan bilang kalau aku ini masih bau kencur? Kenapa dulu dia nggak pernah sadar akan apa yang selama ini dia perbuat?! Kenapa?!!” raungku sambil melempar apa saja yang ada didepanku.
“
Aku terduduk lemas disofa.”Huh, apa dan siapa yang seharusnya dikasihani?” dengusku.
“Memang dia tidak merasa apa-apa. Tapi semua olokan, caci-maki, dan hinaan itu dilancarkan oleh semua orang padaku, hanya padaku!!” kataku keras.
“
“
“Dulu, dia tidak mau tahu bagaimana keadaanku, saat aku membutuhkannya malam hari, dia asyik dengan tamu-tamu biadab itu, saat aku kesusahan mengerjakan semua PRku, dia asyik menari dan menghibur binatang-binatang buas itu!”
“
“Aku ingin seperti anak-anak lain, membawa piagam keberhasilanku, menciumku ketika aku mendapatkan penghargaan atau juara, dan menangis bahagia tatkala aku mendapat gaji pertamaku. Aku ingin semua itu
“Aku ngerti kok
“Mungkin sangat menyenangkan bisa memanggil ibu kita dengan kata mama dan memeluknya dengan manja, menyentuh wajahnya dengan jemari mungil kita, dan mendapat belaian kasih darinya. Seandainya aku bisa, iya seandainya aku bisa
Kami berdua diam sejenak, seolah memikirkan satu sama lain nasib kami. Lalu aku menghampiri
“Mm....kayaknya udah sore banget nih, aku pulang dulu ya.
“Nggak enak kalau kita hidup tanpa didampingi seorang ibu. Karena sampai kapanpun juga, kasih ibu tidak akan pernah pudar walaupun matahari berhenti bersinar. Mother never stop loving her child forever. Aku pulang dulu ya,” tambahnya sambil menutup pelan pintu dibelakangku.
Memang benar apa yang dikatakan
Aku memejamkan mata dan berharap hari esok akan lebih baik lagi, ya semoga saja. Hari itu mungkin menjadi hari terburuk sepanjang hidupku, karena aku bertemu lagi dengan dia. Dialah orang yang tidak mau aku jumpai sampai saat ini, ya dialah ibuku. Dia datang ke rumahku seperti pengemis lain yang sering datang dengan tampang lusuh dan baju compang-camping. Mukanya kusam dan kelihatan sekali keriput didahinya. Terlihat begitu jorok, kotor, dekil, dan menjijikkan.
“Haninta?
Apa setelah aku menjadi seperti sekarang ini, kamu datang memperlihatkan muka memelas sambil berkata,”Haninta anakku,”? Huh, enak saja! Dulu, kamu nggak pernah punya perhatian untukku, kamu nggak pernah punya waktu barang semenit saja untuk menemaniku atau menghiburku dikala orang-orang menertawakanku bahkan memakiku?
“Maafkan ibu, Nak. Ibu mengaku bersalah, ibu khilaf waktu itu, Nak. Maafkan ibu, Ninta,” kata beliau memelas.
“Huh, sekarang nggak ada kata maaf untuk ibu. Apa ibu pikir dengan cuma minta maaf semuanya bisa selesai, Bu? Nggak!” kataku keras.
“Ibu tahu kesalahan ibu sulit untuk kamu maafkan. Tapi sekarang ibu sudah tidak bekerja seperti dulu. Ibu sudah insyaf, percayalah Ninta,” kata ibu lagi.
“Iya, sekarang ibu memang sudah insyaf karena ibu sudah tua
“Bukan, nak. Bukan itu yang ibu harapkan. Ibu cuma mau minta maaf, karena telah menelantarkan kamu dulu. Ibu melakukan semua itu hanya untuk kamu,” jawab ibuku.
“Alah, persetan dengan omongan itu. Aku nggak percaya sama ibu! Ibu nggak tahu gimana perasaan Ninta waktu itu. Semua orang, iya semua orang kampung menertawakan Ninta, semua orang kampung mencemooh Ninta, semua orang kampung mengatai Ninta, iya semua orang kampung menghina Ninta!! Semuanya, Bu! Bagaimana bisa mereka memperlakukan Ninta seperti layaknya binatang hina yang tak bermoral, menganggap Ninta ini sesuatu yang menjijikkan sehingga perlu dijauhi, dan mereka semua menganggap Ninta seperti sampah busuk yang harus segera disingkirkan dari muka bumi ini!! Sakit bu hati Ninta!”.
Ibu hanya terdiam sambil menundukkan wajahnya. Air mata yang dari tadi aku coba untuk menahan, tapi tak terbendungkan lagi.
“Ibu nggak pernah merasakannya
Ibuku terdiam, hanya cucuran air mata bening menetes dari matanya yang mulai kabur. Andaikan saja, dulu ibu mau mendengar semua kata-kataku, pasti ini tak
“Ibu tahu Ninta, ibu memang pantas hidup dijalanan, dan ibu tahu kalau ibu tidak pantas untuk menerima maaf dari kamu,” kata ibuku.
“Alah, cukup! Cukup!! Lebih baik kamu pergi dari sini!!” kataku sambil mendorong tubuh lemah ibuku keluar dari rumahku.
Aku segera masuk kedalam rumah setelah memastikan orang tua itu benar-benar sudah pergi dari rumahku. Saat aku mau masuk kepintu,
PLAKK!!! Tamparannya begitu keras sampai terasa membakar wajahku.
“Aku nggak nyangka, ternyata kamu lebih nggak bermoral dari ibu kamu!!” katanya marah.
“
“Kenapa kamu bilang?! Kamu masih bisa
Oh, ternyata
“Perlu kamu tahu aja, ibu kamu datang kesini atas permintaanku. Aku mau kamu dan ibu kamu baikan. Tapi, apa yang sudah kamu lakukan?” katanya.
“Jadi kamu yang nyuruh ibu untuk datang kesini? Aku bener-bener nggak nyangka. Buat apa kamu lakukan hal konyol itu?” tanyaku nggak percaya.
“Aku udah nggak tahu harus nasehatin kamu apa lagi.
“Satu hal lagi, kalau sampe ada apa-apa sama ibu kamu dan kamu belum sempet minta maaf sama beliau, kamu bakalan nyesel!!” kata
Kuambil kertas kecil itu dan ternyata isinya adalah alamat dimana ibuku tinggal. Aku sedih sekali mendengar ucapan
Mungkin benar, aku harus mengakhiri ini semua. Mungkin aku sudah keterlaluan membenci ibuku. Memang seharusnya aku mengingat seseorang dan bukan masa lalunya. Memang benar, kalau memang ibu mau, dia bisa saja menggugurkan kandungannya. Tapi nyatanya dia tidak melakukannya. Aku memutuskan, kalau besok aku akan datang kerumah ibu dan minta maaf kepadanya.
Apa ini yang disebut dengan rumah? tanyaku dalam hati setelah aku sampai diperkampungan kumuh. Sebagian besar rumah hanya terbuat dari kayu seadanya dan gentengnya juga hanya terbuat dari seng-seng. Malahan ada yang membuat rumah dari kardus bekas. Aku berjalan diantara jalanan becek dan bau itu.
Aku berhenti di sebuah rumah amat kecil yang sudah ramai dipadati orang.
“
“Kasihan ibu Retno, dia sudah beberapa hari ini sakit. Sampai-sampai ngigau nyebut-nyebut nama Ninta kalo nggak salah. Mungkin nama anaknya barangkali,” jawab ibu itu.
Kalau sampai terjadi apa-apa sama ibu kamu dan kamu belum sempat minta maaf, maka kamu akan menyesal!! kata-kata itu yang terngiang dikepalaku. Aku langsung masuk kedalam dan mendapati ibuku sudah berbaring lemah diranjang. Aku duduk disisi ranjang, dan menggenggam tangannya yang keriput. Air mataku menetes dipipinya yang keriput. Dia membuka matanya walaupun terasa sangat berat untuknya.
“Ninta....kamu datang Nak? Ibu senang sekali,” katanya.
“Iya, ini Ninta
“Kamu anak baik Nak, ibu bangga bisa melahirkan kamu saat itu dan ibu memohon supaya Tuhan akan selalu melindungi kamu, dan ibu juga mohon agar Tuhan selalu menjaga kesucian hatimu agar tidak menjadi seperti ibu...” katanya parau.
“Karena, kamu adalah satu-satunya yang ibu punya didunia ini. Apapun akan ibu lakukan asal kamu tidak terjerumus kedunia yang dulu ibu geluti.”
“Ibu, Ninta minta maaf
Air mata ibu bergulir dari matanya yang kabur.
“Ibu sangat senang, itu kata-kata yang paling indah yang pernah ibu dengar. Ninta, ibu cuma mau bilang, kalau kamu bukan anak haram yang lahir karena hubungan gelap ibu, tapi kamu lahir dan kamu punya ayah, Nak. Sayang, ayah kamu pergi meninggalkan kamu saat kamu ibu kandung,” kata ibu sambil mengelus mukaku.
“Jadi, Ninta bukan an.....”
“Bukan. Ibu ingin kamu menyimpan ini untuk ibu. Ini kalung yang pernah ayah kamu kasih untuk ibu. Ibu senang.....sangat senang.....ibu janji akan menjaga kamu.....bersama ayahmu.....dari atas
“Ibu...!!!!!” pekikku tak percaya.
Ibu sekarang sudah pergi untuk selamanya. Dipemakaman itu, perasaanku begitu perih. Ternyata semua yang
TAMAT
Seputih Edelweis
Nah, ini juga cerpen jaman bahula dulu. Waktu jaman SMA juga, satu file ama cerpen sebelumnya. Ya biasalah kalo kata-katanya masih norak dan temanya masih tentang all about Love (C.I.N.T.A) kayak judul laguu ajaa...Ini merupakan karangan fiksi dan maaf bila nama anda mungkin mirip..hahahaaay
Sudah
Aku ada di rumah sakit ini sudah dua bulan. Aku dirawat di sini karena aku sakit kanker hati stadium lanjut. Aku lebih memilih untuk menghabiskan usiaku dengan berada di rumah sakit ini. Karena aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi sekarang. Ayah dan ibuku meninggal saat aku berusia
Jadi aku putuskan untuk tinggal di sini saja, dari pada aku harus sendirian di rumah sebesar itu. Karena di sini ada orang-orang yang selalu memperhatikan aku, apalagi suster disini cantik-cantik. Nggak mungkin bosen.
Karena merasa kasihan, hari itu aku mengiriminya bunga edelweis lewat seorang suster.
“Pagi mbak Selo?” sapa suster itu ketika masuk ke kamar gadis itu.
“Pagi suster,” jawabnya ramah.
“Ini ada titipan buat mbak. Saya jadi ngiri deh mbak,” kata suster itu sambil memberikan bunga edelweis itu kepada Selomitha. Gadis yang selalu menangis tiap malam itu dan dirawat disebelah kamarku adalah Selomitha.
Selomitha menerima bunga edelweis itu sambil berkata,”Kenapa suster ngiri? Memang siapa yang mengirim bunga ini? Apa nggak salah kirim?”
“Asal mbak tahu aja ya, yang ngirim tuh mas Damar. Pasien di sebelah kamar mbak Selo. Dia itu pasien kesayangan suster-suster disini, ya karena mukanya yang ganteng juga sih,” jawab suster itu tersipu malu.
“Damar? Tapi saya nggak kenal sama yang namanya Damar. Kenapa dia mengirimi saya bunga?”
“Saya nggak tahu pasti. Tapi kata mas Damar tolong berikan ini ke kamar 222.
Jangan nangis lagi ya.....
Selomitha jadi penasaran dengan orang yang telah mengiriminya bunga. Lalu siang itu, Selo mengetuk pintu kamar nomor 221 itu. Seorang cowok keluar dari kamar itu. Memang benar apa yang dibilang sama suster tadi kalau cowok yang namanya Damar ini adalah makhluk yang ganteng.
“Gimana? Udah terima bunganya?” tanyaku tak segan-segan.
“Udah sih, tapi maaf aku nggak kenal sama kamu,” jawab Selo.
“Kalo gitu, sekarang kita kenalan dulu. Aku Damar, cowok paling ganteng di rumah sakit ini. Aku juga pasien kesayangan semua suster,” kataku pede.
Dia malah tertawa mendengar ucapanku barusan. Mungkin dipikirnya aku ini sedang bercanda. Sangat berbeda sekali. Wajahnya sangat berbeda sekali saat ini. Dia bisa tertawa seperti ini tapi nggak menyangka kalau tiap malam dia selalu menangis.
“Kenapa malah ketawa?” tanyaku.
“Nggak kok. Aku cuma belum pernah ketemu sama cowok yang bisa ngomong sepede ini. Lucu aja,” jawabnya.
“
“Iya. Kamu kok tahu sih? Dari mana kamu tahu namaku?”
“Aku
Kami sempat mengobrol beberapa lama. Saat seorang suster memanggilku untuk pergi ke ruang dokter, aku dengan berat hati harus pergi meninggalkan Selo.
“Damar!” panggil Selo.
“Terima kasih bunganya,” jawabnya. Aku tersenyum simpul dan kembali melangkah ke ruang dokter. Aku segera duduk setelah masuk ke ruangan dokter Helmi. Dia dokter keluargaku, dia tahu seluk-beluk mengenai kesehatan keluargaku.
“Kamu kelihatan sangat sehat hari ini dan lebih ceria dari biasanya. Ya, baguslah. Saya kira kamu akan merasa bosan tinggal di sini,” kata
“Nggak mungkin dok kalo saya bosan. Apalagi sekarang saya punya teman baru,” kataku.
“Teman baru atau mangsa baru?” goda
“Dokter bisa aja. Emangnya saya ini buaya, mau cari mangsa?” jawabku.
“Kamu
Aku tertawa dan
“Ehm.....pasien disebelah kamar saya itu sakit apa ya dok?” tanyaku mencoba.
“Oh, Selomitha? Dia sakit jantung. Dia harus segera dioperasi. Tapi sampai sekarang belum ada pendonor jantung yang mau mendonorkan jantungnya. Memangnya ada apa?”
“Oh, saya tahu, itu
Kasihan juga gadis itu. Dia bisa mati kapan saja bila jantungnya kumat. Pantas, kalau dia selalu menangis tiap malam. Dalam hitungan minggu, aku bisa dekat dengan gadis itu. Aku memang bisa dekat dengan siapa saja kalau aku mau. Kami bercerita banyak hal, mulai dari makanan favorit sampai kebiasaan buruk yang sering kami lakukan.
Dia selalu kelihatan ceria, apalagi senyumnya yang selalu membuat orang bahagia bila disampingnya. Tapi nggak nyangka, kalau gadis sebaik itu harus sakit jantung.
“Damar, boleh tahu nggak, kenapa dulu kamu memberiku bunga edelweis?”
“Kata orang, bunga edelweis itu bunga abadi. Dia bisa tumbuh dan tetap berbunga walaupun dia hidup di pegunungan yang dingin. Aku mau kamu juga begitu. Jangan pernah menyerah walaupun belum ada pendonor jantung buat kamu,” jawabku.
“Apalagi, waktu itu aku tahu kalau setiap malam pasti kamu menangis sendirian di kamar,” tambahku.
Dia tersenyum mendengar jawabanku.”Makasih ya,” katanya kemudian.
“Tahu nggak waktu pertama kali aku denger tangisan kamu?” tanyaku.
Selomitha hanya menggelengkan kepalanya dengan pelan.
“Waktu pertama kali denger tangisan kamu, aku takut banget sampai bulu kudukku berdiri. Aku pikir, ada kuntilanak lagi nangis, tapi ternyata itu suara kamu,” kataku.
“
Selo malah tertawa mendengar jawabanku barusan.”Kok malah ketawa sih? Kamu itu udah bikin aku takut. Aku kira kamar yang ada disebelahku itu angker. Masak tiap malam ada suara orang nangis sih,” kataku.
“Abisnya kamu lucu sih! Masak udah gede masih takut sama yang namanya hantu? Kamu
Senang juga bisa melihat Selo tertawa. Biasanya dia selalu menangis. Kalau tahu umurnya nggak panjang, sedih juga rasanya.
“Aku boleh tahu nggak, kenapa kamu selalu menangis tiap malam?” tanyaku mencoba.
“Sebenernya aku nggak takut kalau suatu saat nanti Tuhan akan mencabut nyawaku. Yang aku takutkan adalah bagaimana perasaan orang-orang yang aku cintai, kalau sampai tahu aku akan pergi meninggalkan mereka.”
“Apalagi perasaan orang yang telah membesarkanku dan mencurahkan kasih sayang untukku. Padahal aku belum bisa memberikan sesuatu yang bisa membalas kasih sayang mereka. Ya....tapi aku bisa apa? Aku cuma bisa pasrah dan menyerahkan segala sesuatunya kepada Tuhan,” tambah Selo.
Itu memang benar. Kematian merupakan takdir yang tak terelakkan bagi semua orang. Semua yang hidup pasti akan mati dan semua yang bernyawa pasti akan hilang, kembali kepada sang Pencipta. Mungkin saat malaikat kematian mulai tersenyum pada kita, saat itulah segala sesuatu menjadi tidak berarti.
Aku ingin sekali membantu Selo, tapi bagaimana? Dia masih mempunyai orang-orang yang dicintainya. Pasti mereka akan sangat merasa sedih kalau sampai kehilangan Selo. Siang itu aku pergi ke kamar Selo dan melihatnya sedang membaca buku.
“Hai, lagi ngapain nih?” tanyaku.
“Lagi baca buku. Mm....tahu nggak apa yang paling aku inginkan seandainya nanti aku bisa sembuh?”
Aku cuma menggelengkan kepala.
“Aku kepingin banget bisa sekolah hukum di
Kasihan, dia punya keinginan mau melanjutkan sekolahnya ke sekolah hukum di
“Kamu pasti bisa kok ke
Semalaman aku memikirkannya. Akhirnya aku mengambil keputusan yang mungkin akan membuat dokter Helmi marah. Tapi hanya ini satu-satunya yang bisa aku lakukan untuknya. Pagi itu aku pergi ke kamar Selo, seperti biasa ingin mengajaknya jalan-jalan sambil mengobrol. Tapi, aku nggak menemukan Selo di kamarnya. Aku kaget dan bertanya pada salah satu suster.
“Oh, mbak Selo? Dia sekarang ada di kamar ICU. Semalam, jantungnya kambuh dan sempat berhenti.”
“Hah?! Sempat berhenti? Lalu bagaimana keadaannya sekarang?!” tanyaku tak sabar.
“Sekarang masih ada di ICU. Masih belum siuman dan dokter Helmi bilang dia harus bisa melewati masa kritisnya dulu sebelum siuman,” jelas suster itu.
“Kenapa mas Dam..........”
Belum sempat suster itu melanjutkan perkataannya, aku segera berlari ke ruang ICU.
“Damar? Sedang apa kamu di sini?”
“Terasa sakit lagi ya?
“Saya, mau bicara dok,” kataku tersengal sambil menahan sakit yang begitu luar biasa.
“Saya ingin mendonorkan jantung saya buat Selomitha,” jawabku.
“Apaa??!!!” kata dokter Helmi kaget dan terbangun dari kursi duduknya.
“Apa kamu sudah gila, Damar?” katanya.
“Kakek kamu menitipkan kamu untuk dirawat di sini dan bukannya untuk mendonorkan jantung!!” tambah dokter Helmi berang.
“Kalau bukan saya yang bisa membantunya, lalu siapa lagi dok?” kataku.
“Dengar Damar, waktu kamu tinggal dua bulan lagi, dua bulan!! Kamu harusnya bisa memanfaatkan waktu itu! Jangan main-main Damar. Sekarang bukan waktunya untuk bercanda!!”
“Tapi dia lebih membutuhkan dari pada saya dokter. Dia bertahan hidup untuk orang lain, untuk orang-orang yang dia cintai. Tapi saya, saya hanya bertahan hidup untuk diri saya sendiri dokter. Saya sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Sedangkan dia? Terbayangkan bagi dokter kalau hal itu terjadi pada dokter?” jelasku.
“Saya mau kalau suatu saat nanti saya pergi, orang lain bisa terus mengenang saya. Bukan karena saya tercatat sebagai pasien di sini, tapi karena sesuatu yang berharga yang pernah saya berikan. Mungkin kalau dia selamat, dia akan punya umur lebih dari 50 tahun, dan saya hanya menyumbangkan umur saya yang hanya dua bulan ini. Itu bukan apa-apa dokter. Tolong, dokter bisa mengerti keputusan saya,” tambahku.
“Dokter nggak pernah tahu
“Katakan satu alasan kenapa kamu harus melakukan hal itu?”
“Karena, saya ingin dia bisa terus hidup. Karena bagi saya, dia adalah bunga edelweis yang saya suka,” jawabku mantap.
“Baiklah,” jawabnya singkat.
Keceriaan terpancar dari wajah pucatku. Hanya seucap kata itu yang selama ini aku nantikan.
“Terima kasih dok. Boleh
Aku bangkit dari kursi dan menuju pintu, tapi
“Kamu sangat mirip ayahmu,” katanya. Aku hanya tersenyum simpul.
Aku duduk disamping ranjang Selo sambil menggenggam erat tangan Selo.
“Selo, aku janji setelah ini kamu nggak akan sedih lagi, karena kamu akan hidup. Kamu akan bisa kuliah
“Selo, kamu harus bisa bertahan. Karena aku akan memberikan sebagian jiwaku untuk membantumu tetap hidup. Tapi kamu jangan sedih seandainya nanti kamu nggak bisa lagi bertemu denganku,” kataku lagi. Tanpa sadar, air mataku mengalir butir demi butir.
“Aku nggak pernah cerita sama kamu kalau aku ini sakit kanker hati, dan waktuku yang tersisa tinggal dua bulan. Dua bulanku itu adalah waktu yang sangat berarti, tapi aku rela memberikannya untukmu. Karena kamu lebih berarti dari pada dua bulanku itu,” kataku tersengal. Aku mengusap air mataku dengan punggung tangan.
“Karena itu, kamu harus bisa terus hidup. Ingatlah bunga edelweis. Kamu akan sekuat dan setegar itu. Selo, ini terakhir kalinya aku bertemu denganmu. Aku hanya ingin kamu tahu, kalau selama ini aku sangat menyayangimu melebihi apapun,” kataku untuk yang terakhir kalinya.
Tiba-tiba air mata Selo bergulir dari matanya yang masih terus terpejam. Sepertinya dia tahu dan mendengar semua yang telah aku katakan. Selamat tinggal Selo........
Setelah tiga bulan berlalu, akhirnya Selomitha kembali lagi ketempat itu. Tempat dimana untuk yang pertama kalinya kami bertemu. Tapi sekarang dia tidak akan pernah menemukanku lagi. Selo berjalan sedih di koridor yang dulu sering kami lewati setelah jalan-jalan sore. Dia bertemu dengan
“Em....tunggu dokter!” seru Selo.
“
“Iya. Dokter saya mau tahu, sebenarnya siapa yang sudah mendonorkan jantung buat saya? Lalu apa dokter tahu dimana Damar sekarang dok?”
“Sebenarnya saya nggak mau mengatakan ini karena Damar sudah melarangnya. Tapi demi kamu, saya akan katakan,” kata dokter.
“Sebenarnya ada apa dokter?”
“Orang yang telah berbaik hati mendonorkan jantungnya untuk kamu dan telah mengorbankan sebagian hidupnya adalah.......”
“Siapa dokter? Jangan membuat saya penasaran,” kata Selo tak sabar.
“Dialah orang yang selama ini selalu menghibur kamu, orang yang memberikan kamu bunga edelweis ini,” ucap dokter Helmi.
Bagaikan tersambar petir. Selo begitu terkejut. Rasanya seluruh tubuhnya lemas seketika. Tidak bisa dipercaya, jantung yang berdenyut ini, jantung yang telah memberikan kehidupan baru ini adalah jantung Damar?! Selo terduduk lemas di lantai. Menangis kemudian.
“Ini titipan dari Damar. Dia ingin kamu tidak menangis lagi. Damar menyerahkan sebagian dari harta warisannya untuk kebutuhan rumah sakit ini, lalu sebagian lagi untuk panti asuhan
“Oh, iya ada satu lagi yang tertinggal. Dia juga memberikan kamu ini,” kata dokter Helmi sambil memberikan selebaran kertas.
Ternyata selebaran kertas itu adalah beasiswa untuk masuk ke sekolah hukum
Seribu ucapan terima kasih tidak akan cukup untuk menggantikan semua kebaikan kamu, ucap Selo dalam hati. Kebaikan hati kamu menyimbulkan bunga edelweis yang putih, terima kasih Damar..............katanya.
...SELESAI...